MAKALAH TUGAS MATA KULIAH
TEKNIK PENYULUHAN PERTANIAN II
“PERANGKAT UJI TANAH SAWAH DAN
TEKNIK PENGENDALIAN HAMA KRESEK”
Oleh Kelompok I
1. ANDI HASRUL JAYA MAKATI
2. FIRDAUS
3. KUSMAWAN
4. PAULUS MILKIADES TELLU
5. SUHERLAN

PROGRAM STUDI PENYULUHAN PERTANIAN
SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN BOGOR

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, tim penulis kelompok I dapat menyelesaikan Makalah Tugas Mata Kuliah Teknik Penyuluhan Pertanian II yang membahas tentang “PERANGKAT UJI TANAH SAWAH DAN TEKNIK PENGENDALIAN HAMA KRESEK”
Makalah ini dapat diselesaikan berkat bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ir. Achmad Suwandi sebagai Dosen Mata Kuliah Teknik penyuluhan Pertanian II,
2. Arif Prastiyanto, SP. Sebagai Asisten Dosen Mata Kuliah Teknik Penyuluhan Pertanian II, dan
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan perbaikan di masa yang akan datang.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi tim penulis kelompok I dan umumnya bagi pembaca.
Bogor, Nopember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR............................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................... ii
A. Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS)................................. 1
1.1. Pendahuluan............................................................. 1
1.2. Deskripsi PUTS.......................................................... 2
1.3. Prinsip Kerja PUTS.................................................... 3
1.4. Manfaat PUTS............................................................ 4
1.5. Implikasi Penggunaan PUTS..................................... 5
B. Pengendalian Hama Kresek............................................... 6
2.1. Pendahuluan............................................................. 6
2.2. Penyebab Penyakit..................................................... 6
2.3. Penyebaran Penyakit................................................. 7
2.4. Gejala Serangan dan Kerusakannya.......................... 7
2.5. Gejala Penyakit.......................................................... 8
2.6. Faktor Perkembangan penyakit................................. 8
2.7. Pengendalian Penyakit.............................................. 9
2.8. Pengendalian Terpadu............................................... 10
A. PERANGKAT UJI TANAH SAWAH (PUTS)
1.1. Pendahuluan
Rekomendasi pemupukan berimbang harus didasarkan atas penilaian status dan dinamika hara dalam tanah serta kebutuhan tanaman, agar pemupukan efektif dan efisien. Pemupukan berimbang tidak harus memberikan semua unsur makro/mikro yang dibutuhkan, tetapi memberikan unsur yang jumlahnya tidak cukup tersedia untuk tanaman. Penambahan hara yang sudah cukup tersedia justru menyebabkan masalah pencemaran lingkungan (tanah dan perairan), terlebih bila status hara tanah sudah sangat tinggi. Sebagai contoh pemupukan P terus menerus pada sawah intensifikasi menyebabkan kejenuhan P dan ketidak-seimbangan hara di dalam tanah. Pemupukan P tidak lagi memberikan peningkatan hasil tanaman yang nyata. Efisiensi pemupukan menjadi rendah, dan kemungkinan unsur hara lain seperti Zn menjadi tidak tersedia.
Penerapan pemupukan berimbang berdasar uji tanah memerlukan data analisa tanah. Disisi lain daya jangkau (aksesibilitas) pengguna, penyuluh dan petani untuk menganalisis contoh tanah rendah karena: (1) biaya analisa tanah relatif mahal, (2) laboratorium uji tanah di sekitar wilayah pertanian masih sangat terbatas, dan (3) sosialisasi yang belum menyeluruh ke tingkat pengguna. Hal ini menyebabkan rekomendasi pupuk untuk padi sawah masih bersifat umum dan seragam untuk seluruh Indonesia.
Untuk mengatasi kesenjangan penerapan teknologi pemupukan berimbang ini, Balai Penelitian Tanah telah membuat satu perangkat alat bantu untuk menentukan kandungan (status) hara
tanah yang dapat dikerjakan di lapangan disertai dengan rekomendasi pupuknya. Alat bantu ini dinamakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Penggunaan PUTS ini diharapkan mampu membantu petani meningkatkan ketepatan pemberian dosis pupuk N, P, dan K untuk padi sawah dengan produktivitas padi setara IR-64.
1.2. Deskripsi PUTS
Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) terdiri dari satu set alat dan bahan kimia untuk analisis kadar hara tanah sawah, yang dapat digunakan di lapangan dengan relatif cepat, mudah, murah dan cukup akurat. PUTS ini dirancang untuk mengukur kadar N, P, K dan pH tanah.
Hasil pengukuran kadar hara N, P, dan K tanah dengan PUTS dikatagorikan menjadi tiga kelas status hara mengacu pada hasil penelitian uji tanah, yaitu : status rendah (R), sedang (S) dan tinggi (T). PUTS ini merupakan penyederhanaan dari pekerjaan analisa tanah di laboratorium yang didasarkan pada hasil penelitian uji tanah. Kriteria penggolongan status N, P, K dan pH tanah untuk PUTS disajikan pada Tabel 1.
Satu paket kemasan PUTS terdiri dari : (a) satu set larutan ekstraksi untuk penetapan N, P, K dan pH, (b) peralatan pendukung, (c) bagan warna N, P, K, dan pH, (d) bagan warna daun (BWD), serta (e) buku petunjuk penggunaan. PUTS ini dapat digunakan untuk analisa contoh tanah sebanyak ± 50 sampel. Jika dirawat dan ditutup rapat segera setelah dipergunakan maka masa kadaluarsa bahan kimia yang ada dalam PUTS ini berkisar 1-1,5 tahun dari pertama kali kemasan dibuka.
Tabel Kriteria pengukuran kadar hara P dan K tanah ekstrak HCl 25%, serta pH tanah
Sifat kimia tanah | Kriteria pengukuran | |||||||
Rendah | Sedang | Tinggi | ||||||
N-KCl 1N (mg/kg) | <39 | 40-99 | >99 | |||||
P- ekstrak HCl 25% (mg/100g) | <20 | 20-40 | 40 | |||||
K-ekstrak HCl 25% (mg/100g) | <10 | 10-20 | >20 | |||||
PH- Tanah | Kriteria pengukuran | |||||||
Sangat masam | Masam | Agak masam | Netral | Agak alkalis | Alkalis | |||
4,5 | 4,6 –5,5 | 5,6– 6,5 | 6,6-7,5 | 7,6-8,5 | >8,6 | |||
1.3. Prinsip kerja PUTS
Prinsip yang digunakan untuk menyusun PUTS ini adalah dapat mengukur hara N, P, dan K tanah yang terdapat dalam bentuk tersedia untuk tanaman secara semi-kuantitatif dengan metode kolorimetri (pewarnaan). Bentuk hara tersedia menggambarkan suatu indeks ketersediaan hara yang terdapat dalam larutan tanah dan dapat dengan mudah diambil/diserap oleh tanaman. Bentuk hara inilah yang diukur di laboratorium maupun dengan PUTS.
Kadar hara dalam tanah ditentukan dengan cara mengekstrak hara tersedia dari tanah dan kemudian mengukur kadar hara yang terekstrak tersebut. Oleh karena itu, pereaksi atau bahan kimia yang digunakan dalam alat uji tanah pada umumnya terdiri atas larutan pengekstrak dan pembangkit warna. Bentuk hara yang diekstrak dengan PUTS untuk nitrogen adalah N-NO3- dan N-NH4+, untuk fosfat bentuk orthophosphate yaitu PO43-, HPO42-, dan H2PO4- dan untuk kalium adalah K+.
PUTS ini telah diuji dengan menggunakan contoh tanah mineral dari lahan sawah yang mempunyai sifat dan karakteristik kandungan P dan K serta pH tanah yang bervariasi dari rendah hingga tinggi. Uji validasi PUTS telah dilaksanakan pada tanah Inceptisol, Ultisol, Entisol, dan Vertisol yang tersebar di 146 lokasi lahan sawah di Pulau Jawa. Namun demikian, untuk lebih memantapkan hasil penetapan atau pengukuran N, P, K dan pH serta rekomendasinya pada jenis tanah yang lebih beragam, pada tahun 2005 tetap akan dilakukan pengujian atau validasi PUTS.
Hasil validasi yang diukur berdasarkan tingkat kesesuaian pengukuran hara N, P, K dan pH untuk 146 tanah sawah yang diuji dengan PUTS dibandingkan dengan hasil analisis di laboratorium berturut-turut adalah 55% untuk N, 90% untuk P, 70% untuk K, dan 78% untuk pH. Rekomendasi pemupukan N, P, dan K pada berbagai kelas status hara tanah yang diberikan mengacu pada hasil kalibrasi uji tanah.
1.4. Manfaat PUTS
Secara umum PUTS ini dapat digunakan untuk penilaian status kesuburan tanah sawah secara cepat. Tanah sawah yang mempunyai kandungan hara N, P, dan K tinggi dinyatakan sebagai tanah-tanah sawah yang subur sehingga upaya pelestarian produktivitas lahannya sedikit lebih ringan dibandingkan tanah-tanah sawah yang berstatus hara rendah. Manfaat secara khusus adalah pemberian rekomendasi pupuk N, P, dan K untuk padi sawah dapat lebih tepat dan efisien sehingga diperoleh penghematan pupuk. Jumlah pupuk yang diberikan untuk masing-masing kelas status hara tanah berbeda sesuai kebutuhan tanaman.
1.5. Implikasi penggunaan PUTS
Adanya PUTS yang dapat dioperasikan oleh penyuluh pertanian atau petani terlatih, dosis pupuk untuk padi sawah lebih tepat dan efisien dan penerapannya dapat menjangkau wilayah yang luas. Bagi petani, penggunaan PUTS ini dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan menambah keuntungan secara ekonomi. Dari sisi lingkungan, pemakaian pupuk yang tepat dan efisien dapat menekan pencemaran lingkungan dari badan air (nitrat) dan dalam tanah (logam berat dari pupuk). Penerapan pemupukan berimbang berdasar uji tanah dengan PUTS dapat menghemat pemakaian pupuk secara nasional dan devisa negara.
Sumber: IGM. Subiksa, Ladiyani R.W., dan Diah Setyorini Balai Penelitian Tanah, Bogor
B. PENGENDALIAN HAMA KRESEK
2.1. Pendahuluan
Penyakit hawar daun bakteri ( HDB ) merupakan salah satu penyakit padi tersebar di berbagai ekosistem padi, termasuk di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv.oryzae ( Xoo ). Pathogen ini dapat menginfeksi tanaman padi pada semua fase pertumbuhan tanaman mulai dari persemaian sampai menjelang panen. Penyebab penyakit menginfeksi tanaman padi pada bagian daun melalui luka daun atau lubang alami berupa stomata dan merusak klorofil daun. Hal tersebut menyebabkan menurunnya kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis.
2.2. Penyebab Penyakit
Dari namanya saja sudah bisa ditebak kalau penyebabnya adalah bakteri, Xanthomonas campestris pv oryzae (penyebab hawar daun bakteri/Bacterial Leaf Blight) dan Xanthomonas campestris pv oryzicola (penyebab penyakit bakteri daun bergaris/Bacterial Leaf Strike).
Bakteri ini berbentuk batang (basil) dengan satu flagel sebagai alat geraknya (monotrik). Perkebangbiakannya secara vegetatif atau asexual dengan membelah diri (divisio). Faktor lingkungan sangat mempengaruhi perkembangbiakannya, terutama suhu, kelembaban dan cahaya. Suhu optimum perkembangan bakteri ini adalah 30 derajat Celcius, sehingga banyak dijumpai di daerah beriklim sedang dan tropis. Patogen ini mempunyai virulensi yang bervariasi tergantung kemampuannya untuk menyerang varietas padi yang mempunyai gen resistensi berbeda.
2.3. Penyebaran Penyakit
Bakteri Xanthomonas oryzae termasuk dalam bakteri heterotrof, karena membutuhkan suatu zat organik untuk kehidupannya, ini menyebabkan bakteri Xanthomonas oryzae merupakan salah satu bakteri parasit. Perpindahan atau penyebaran dari sumber infeksinya (jerami yang terinfeksi, tunggul jerami, singgang dari tanaman yang terinfeksi, benih, dan gulma inang) melalui hujan, angin dan percikan air.
Umumnya bakteri ini menginfeksi melalui hidatoda atau luka, luka yang disebabkan karena pergesekan daun (akibat terlalu rimbun) maupun luka pada saat bibit dicabut dari persemaian untuk dipindahtanamkan. Setelah masuk ke dalam jaringan tanaman, bakteri memperbanyak diri dalam ephitemi yang menghubungkan dengan sistem vaskular tanaman, kemudian menyebar ke seluruh jaringan tanaman.
Pada saat tanaman tidak mampu memperbaiki kerusakan akibat infeksi bakteri ini maka muncul gejalanya (sympthom). Dalam keadaan lembab (pada pagi hari), koloni bakteri yang berbentuk butiran berwarna kuning keemasan mudah ditemukan pada daun-daun yang terserang. Massa bakteri inilah yang berfungsi sebagai alat penyebarannya.
2.4. Gejala Serangan dan Kerusakannya
Pada tanaman yang berumur kurang dari 30 hari (persemaian atau awal pindah tanam), gejalanya disebut kresek dengan dicirikan daun berwarna hijau kelabu, melipat dan menggulung. Kondisi parah mengakibatkan seluruh daunnya menggulung, layu kemudian mati, mirip tanaman terserang penggerek batang atau tersiram air panas (lodoh).
Setelah fase pembentukan anakan maksimal hingga fase pemasakan, gejala serangannya disebut hawar dengan diawali adanya bercak kelabu (water soaked) pada tepi daun, bila gejalanya meluas maka seluruh helaian daun akan mengering (klaras).
Setelah fase pembentukan anakan maksimal hingga fase pemasakan, gejala serangannya disebut hawar dengan diawali adanya bercak kelabu (water soaked) pada tepi daun, bila gejalanya meluas maka seluruh helaian daun akan mengering (klaras).
Kerugian hasil yang disebabkan oleh penyakit hawar daun bakteri dapat mencapai 60%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat keparahan 20% sebulan sebelum panen, penyakit sudah mulai menurunkan hasil. Di atas keparahan itu, hasil padi turun 4% tiap kali penyakit bertambah parah sebesar 10%. Kerusakan terberat terjadi apabila penyakit menyerang tanaman muda yang peka sehingga menimbulkan gejala kresek, dapat menyebabkan tanaman mati.
2.5. Gejala Penyakit
1. Bila serangan terjadi awal pertumbuhan, tanaman menjadi layu dan mati, gejala ini disebut kresek, pada tanaman dewasa menimbulkan gejala hawar. Gejala dimulai dari tepi daun, berwarna keabu-abuan dan lama-lama daun menjadi kering.
2. Bila serangan terjadi saat berbunga, proses pengisian gabah menjadi tidak sempurna, menyebabkan gabah tidak terisi penuh atau bahkan hampa. Pada kondisi seperti ini kehilangan hasil mencapai 50 – 70 %. Penyakit HDB biasa timbul terutama musim Hujan.
2.6. Faktor Perkembangan Penyakit
Pertanaman yang dipupuk Nitrogen dengan dosis tingi tanpa diimbangi dengan pupuk kalium menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan terhadap HDB. Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terutama adalah kelembaban yang tinggi sangat memacu perkembangan ini. Oleh karena itu untuk menekan perkembangan penyakit hawar daun bakteri disarankan tidak memupuk tanaman dengan Nitrogen secara berlebihan, gunakan pupuk Kalium dan tidak menggenangi pertanaman secara terus menerus, sebaiknya dilakukan secara berselang.
2.7. Pengendalian Penyakit
1. Teknik Budidaya
Untuk menekan perkembangan penyakit HDB disarankan dengan pengendalian secara terpadu yang mencakup cara budidaya dengan perlakuan bibit secara baik, jarak tanam tidak terlalu rapat, pengairan berselang, pemupukan sesuai kebutuhan tanaman dan varietas tahan. Bakteri penyebab penyakit HDB menginfeksi tanaman melalui luka dan lubang alami, oleh karena itu memotong bibit sebelum ditanam sangat tidak dianjurkan karena kan mempermudah terjadinya infeksi oleh bakteri patogen.
2. Varietas Tanam
Pengendalian penyakit HDB yang selama ini paling efektif adalah dengan menggunakan varietas yang tahan, namun teknologi ini dihambat oleh adanya kemampuan bakteri patogen membentuk strain baru yang lebih virulen yang menyebabkan ketahanan varietas tidak mampu bertahan lama. Adanya kemampuan patogen bakteri Xoo membentuk pototipe baru yang lebih virulen juga menyebabkan pergeseran dominasi patotipe pathogen ini terjadi dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan varietas tahan disuatu saat tetapi rentan disaat yang lain dan tahan disuatu wilayah tetapi tidak tahan di wilayah lain.
2.8. Pengendalian Terpadu
Sering kali petani tidak memperhatikan kondisi lingkungan dan pertanamannya, pengendalian penyakit ini dilakukan setelah tanaman menampakkan gejala serangan. Oleh karena kerugian yang ditimbulkan akibat serangan penyakit ini cukup berat, maka pengendalian hawar daun bakteri (BLB) harus dilakukan secara dini dengan memadukan semua komponen pengendalian yang memiliki kompatibilitas tinggi dengan prinsip-prinsip budidaya tanaman sehat dan pelestarian musuh alami.
1. Pengendalian secara fisik/mekanik
- Sanitasi, membersihkan lahan dari sumber-sumber infeksi dengan membakar jerami yang terinfeksi bakteri Xanthomonas, memastikan tunggul jerami dan singgang telah terdekomposisi sempurna, serta membersihkan lahan dari gulma.
Pengendalian secara kultur teknis
Pengendalian secara kultur teknis
- Penggunaan varietas tahan dan pergiliran varietas untuk menekan pembentukan strain baru
- Perlakuan benih, perendaman benih dengan PGPR dan Choryne bacterium diharapkan bisa menghasilkan bibit tanaman yang sehat dan menekan perkembangbiakan bakteri patogen.
- Pengaturan sistem tanam, jarak tanam yang ideal dengan sistem legowo bisa memperbaiki aerasi di sekitar pertanaman dan cahaya bisa sampai ke seluruh bagian tanaman.
- Pemupukan berimbang, dengan pemberian pupuk sesuai kebutuhan maka tanaman memiliki jaringan yang kuat, dapat tumbuh dan berkembang baik serta memiliki kemampuan mempertahankan/memperbaiki jaringan yang rusak akibat serangan patogen. Penggunaan pupuk berlebih bisa mengakibatkan tanaman terlalu rimbun sehingga iklim mikro di sekitar pertanaman sangat lembab dan ini memicu penyebaran/penularan bakteri.
- Penggunaan bibit muda lebih dianjurkan agar tidak banyak perakaran yang rusak
- Hindari pemotongan pucuk pada saat pindah tanam karena menyebabkan luka yang beresiko mempermudah bakteri masuk ke dalam jaringan tanaman
2. Pengendalian secara biologis
Teknik ini memanfaatkan mikroorganisme yang mampu menghambat perkembangan Xanthomonas sehingga populasinya terkendali. Chorine bacterium merupakan salah satu bakteri yang bisa menekan perkembangan bakteri patogenik, aplikasinya pada saat perendaman benih dan penyemprotan pada umur 20 dan 40 hari setelah tanam
3. Pengendalian secara kimiawi
Ketika gejala serangan penyakit ini telah tampak, biasanya petani mulai mencari pestisida yang tepat untuk mengendalikan BLB, namun sayangnya bakterisida yang beredar di pasaran tidak begitu banyak dan kadang distribusinya tidak merata.
Berikut beberapa pestisida yang bisa digunakan untuk mengendalikan serangan penyakit kresek:
- Pestisida berbahan aktif tembaga, penggunaannya bisa dicampurkan dengan pemupukan. Beberapa contoh merek dagangnya antara lain : Champion 77Wp, Kocide 54 WDG, Funguran 80 WP, Nordox 56 WP.
- Pestisida berbahan aktif antibiotik : Bactocyn 150 SL (teramisin 150 g/l), Kresek 150 SL (oksitetrasiklin 150g/l) dan Puanmur 50 SP (chlorobromoisosianuric A / CBIA 50%)
- Pemakaian pestisida dilakukan secara bijaksana, gunakan dengan tepat (tepat sasaran, jenis, dosis, waktu dan cara aplikasinya)
Sumber: http://pejuangpangan.blogspot.com/2011/06/pengendalian-penyakit-kresek-terpadu.html diakses tanggal 13 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar